Senin, 24 Desember 2012

Laporan Analisa Kuantitatif


BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Kimia Dasar dengan materi Pengenalan Analisis Kuantitatif dilaksanakan pada hari Minggu, 28 Oktober  2012 pukul 07.00-09.00 WIB bertempat di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Ternak, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro Semarang.
Materi
            Alat yang digunakan dalam praktikum Kimia Dasar dengan acara Pengenalan Analisa Kuantitatif adalah buret berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk titrasi larutan, statif berfungsi sebagai penahan buret, erlenmeyer 100 ml berfungsi sebagai tempat untuk mencampur larutan, labu ukur 250 ml dan 100 ml berfungsi sebagai tempat larutan, pipet volume 10 ml berfungsi untuk mengambil larutan dalam volume sebesar 10 ml, pipet tetes berfungsi untuk mengambil larutan dan klem berfungsi untuk menempatkan buret. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Asam Oksalat (H2C2O4.2H2O), NaOH 0,1N, Fenolftalein (PP) 1%, dan Asam Cuka (CH3COOH).

Metode
Standarisasi NaOH dengan Larutan Asam Oksalat Standar
Metode yang digunakan dalam Standarisasi NaOH dengan Larutan Asam Oksalat Standar yaitu menimbang dengan tepat 0,63 gram Asam Oksalat (H2C2O4.2H2O). Melarutkan Asam Oksalat yang sudah ditimbang ke dalam aquades kemudian mengencerkannya menjadi 100 ml dengan labu ukur. Mengisikan larutan Asam Oksalat ke dalam buret. Masukkan 20 ml NaOH ke dalam Erlenmeyer 100 ml menggunakan pipet volume, menambahkan 3 tetes indikator Fenolftalein. Menitrasi larutan tersebut dengan Asam Oksalat standar sampai warna merah indikator tepat hilang. Mencatat volume Asam Oksalat yang diperlukan. Melakukan titrasi sebanyak dua kali dan menghitung konsentrasi NaOH sesungguhnya.
Penetapan Kadar Asam Cuka
Metode yang digunakan dalam Penetapan Kadar Asam Cuka yaitu mengisikan larutan NaOH yang telah diketahui konsentrasinya ke dalam buret. Mengambil 10 ml Asam Cuka merek perdagangan Suka Sari dan mengencerkannya menjadi 250 ml dengan labu ukur. Memasukkan 10 ml asam cuka yang sudah diencerkan ke dalam erlenmeyer, menambahkan 3 tetes indikator Fenolftalein. Mentitrasi larutan tersebut dengan larutan NaOH sampai timbul warna merah muda yang tetap. Mengulangi titrasi dua kali lagi untuk erlenmeyer yang lain. Mencatat volume NaOH yang diperlukan. Kemudian menghitung kadar Asam Cuka.


Standarisari NaOH dengan Larutan Asam Oksalat Standart
            Data hasil praktikum standarisasi NaOH yang dititrasi dengan Asam Oksalat :
Tabel 1.Hasil Standarisasi NaOH
Titrasi
Volume asam oksalat (ml)
Titrasi I
13 ml
Titrasi II
13 ml
Rata-rata
13 ml
Sumber: Data Primer Praktikum Kimia Dasar, 2012
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil sebagai berikut, larutan NaOH yang bersifat basa akan menjadi netral apabila diberi larutan yang bersifat asam yaitu asam oksalat sebagai titrannya. Saat penambahan indikator PP, terbentuk  larutan berwarna warna merah muda karena larutan bersifat basa. Setelah titrasi berlangsung warna merah muda berangsur-angsur hilang dan pada saat itu terjadilah titik ekuivalen. Hal ini sesuia pernyataan Hawab (2004) bahwa titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekivalen (asam dan basa tepat habis bereaksi) yakni sampai warna larutan berubah menjadi merah. Pendapat ini diperkuat Sukmariah dan Kamianti (1990)  bahwa selesainya suatu reaksi dapat dilihat karena terjadi suatu perubahan warna.
Volume Asam Oksalat yang dipakai hingga titik ekuivalen terjadi digunakan untuk perhitungan normalitas NaOH, sehingga hasil yang didapat setelah percobaan diatas adalah NaOH 0,13 N dihitung dari rumus N1 x V1 = N2 x V2. Hasil yang didapaat ini melebihi dari kisaran normal yaitu 0,1 N walau selisihnya hanya sedikit yaitu 0,03 N. Hal ini terjadi karena ketidak tepatan titrasi pada saat proses titrasi berlangsung, berupa pengaruh penggoyangan labu Erlenmeyer setiap tetes asam oksalat standar. Selain itu cepatnya reaksi titrasi juga  mempengrauhi karena kondisi larutan NaOH, asam oksalat standar amupun PP yang digunakan sudah tidak murni atau telah bereaksi dengan udara sebelumnya. Menurut Brady (1990) bahwa titik akhir berdempetan dengan titik ekivalen, tetapi hal ini sangat sukar diperoleh.

4.2.1.      Penetapan Kadar Asam Cuka
Data hasil praktikum Penetapan Asam Cuka denga merek perdagangan Suka Sari :
Tabel 2. Hasil Penetapan Kadar Asam Cuka
Titrasi
Volume NaOH (ml)
Titrasi I
10 ml
Titrasi II
14 ml
Rata-rata
12 ml
Sumber: Data Primer Praktikum Kimia Dasar, 2012
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil sebagai berikut, percobaan ini merubah warna larutan dari bening menjadi merah muda yang tetap yang disebut dengan titik ekivalen. Hal ini sesuai pernyataan Rivai (2006) bahwa titik akhir titrasi biasanya deitetapkan dengan bantuan perubahan warna indikator asam-basa. Volume NaOH yang dibutuhkan pada saat titrasi di atas selisih 4 ml, disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu pengaruh penggoyangan labu erlenmeyer setiap tetes NaOH, kondisi PP yang digunakan terjadi pengendapan dan cepat reaksi titrasi. Irfan (2000) menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan penurunan maupun kenaikan volume titran yaitu cepatnya reaksi terjadi.
Melalui pengukuran kadar asam cuka didapatlah hasil sebesar 23,4%, dihitung dari rumus        V1 x N x B x P x 100 %. Hasil ini sesuai dengan perhitungan normal dengan kisaran 20-25%.        V2 x 1000
Apabila rata-rata penambahan pada kedua titrasi di atas tidak sesuai atau tidak ekivalen dengan volume larutan standar, maka kadar asam cuka menjadi tidak  sesuia dengan kadar standar. Hal ini sesuai pendapaat Brady (1990) bahwa kadar asam cuka menjadi tidak sesuai dengan kadar standar karena kesalahan penimbangan maupun kesalahan pengamatan.


KESIMPULAN
            Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan  bahwa analisa kuantitatif dapat dilakukan dengan cara mengukur volume larutan asam atau basa yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti. Pada standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat standar, titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekivalen (asam-basa tepat habis bereaksi) yakni sampai warna larutan berubah menjadi merah. Pada penetapan kadar asam cuka terdapat perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda yang tetap setelah titrasi. Hasil praktikum pertama yaitu standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat standar melebihi kisaran normal disebabkan ketidaktepatan larutan standar dalam buret. Hasil praktikum penetapan kadar asam cuka masih dalam kisaran perhitungan normal.
DAFTAR PUSTAKA
Brady,J.1990.Kimia Universitas Asas dan Struktur.Binarupa Aksara.Jakarta.
Hawab,H.M.2004.Pengantar Bio Kimia Edisi Revisi.Bayumedia Publishing.Jakarta.
Irfan,A.2000.Ilmu Kimia.Erlangga.Jakarta.
Rivai,H.2006.Analisis Kimia Kuatitatif Edisi Keenam.Erlangga.Jakarta.
Sukmariah,M dan Kamianti,A.2006.Kimia Kedokteran Edisi 2.Erlangga.Jakarta.


LAMPIRAN
Perhitungan Standarisasi NaOH dengan Larutan Asam Oksalat Standar dan Penetapan Kadar Asam Cuka
·         Perhitungan Normalitas NaOH:
N1 x V1                = N2 x V2
0,1 x 13           = N2 x 10
N2                    = 0,13 N
Keterangan:     V1 = Rata-rata titrasi NaOH
                                    N1 = Normalitas NaOH
                                    N2 =Normalitas Asam Oksalat
                                    V2 = Volume Asam Cuka yang dititrasi
·         Perhitungan Kadar Asam Cuka
Kadar Asam Cuka:     P = 25                      
            =  V1 x N x B x P x 100 %
   V2 x 1000
= 12 x 0,13 x 60 x 25 x 100 %
   10 x 1000
= 23,4 %
Keterangan:     V1 = Volume NaOH (ml)
                        V2 = Volume Asam Cuka yang ditritasi 9ml)
                                    N = Normalitas NaOH
                                    B = Bobot Molekul Asam Cuka (60) (CH3COOH)
                                    P = Faktor pengenceran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar