BAB
III
MATERI
DAN METODE
Praktikum Kimia Dasar
dengan materi Pengenalan Analisis Kuantitatif dilaksanakan pada hari Minggu, 28
Oktober 2012 pukul 07.00-09.00 WIB
bertempat di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Ternak, Fakultas Peternakan dan
Pertanian, Universitas Diponegoro Semarang.
Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum Kimia Dasar dengan
acara Pengenalan Analisa Kuantitatif adalah buret berfungsi sebagai alat yang
digunakan untuk titrasi larutan, statif berfungsi sebagai penahan buret,
erlenmeyer 100 ml berfungsi sebagai tempat untuk mencampur larutan, labu ukur
250 ml dan 100 ml berfungsi sebagai tempat larutan, pipet volume 10 ml
berfungsi untuk mengambil larutan dalam volume sebesar 10 ml, pipet tetes
berfungsi untuk mengambil larutan dan klem berfungsi untuk menempatkan buret.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Asam Oksalat (H2C2O4.2H2O),
NaOH 0,1N, Fenolftalein (PP) 1%, dan Asam Cuka (CH3COOH).
Metode
Standarisasi NaOH dengan Larutan
Asam Oksalat Standar
Metode
yang digunakan dalam Standarisasi NaOH dengan Larutan Asam Oksalat Standar
yaitu menimbang dengan tepat 0,63 gram Asam Oksalat (H2C2O4.2H2O).
Melarutkan Asam Oksalat yang sudah ditimbang ke dalam aquades kemudian
mengencerkannya menjadi 100 ml dengan labu ukur. Mengisikan larutan Asam
Oksalat ke dalam buret. Masukkan 20 ml NaOH ke dalam Erlenmeyer 100 ml
menggunakan pipet volume, menambahkan 3 tetes indikator Fenolftalein. Menitrasi
larutan tersebut dengan Asam Oksalat standar sampai warna merah indikator tepat
hilang. Mencatat volume Asam Oksalat yang diperlukan. Melakukan titrasi
sebanyak dua kali dan menghitung konsentrasi NaOH sesungguhnya.
Penetapan Kadar Asam
Cuka
Metode yang digunakan
dalam Penetapan Kadar Asam Cuka yaitu mengisikan larutan NaOH yang telah
diketahui konsentrasinya ke dalam buret. Mengambil 10 ml Asam Cuka merek perdagangan
Suka Sari dan mengencerkannya menjadi 250 ml dengan labu ukur. Memasukkan 10 ml
asam cuka yang sudah diencerkan ke dalam erlenmeyer, menambahkan 3 tetes
indikator Fenolftalein. Mentitrasi larutan tersebut dengan larutan NaOH sampai
timbul warna merah muda yang tetap. Mengulangi titrasi dua kali lagi untuk
erlenmeyer yang lain. Mencatat volume NaOH yang diperlukan. Kemudian menghitung
kadar Asam Cuka.
Standarisari
NaOH dengan Larutan Asam Oksalat Standart
Data
hasil praktikum standarisasi NaOH yang dititrasi dengan Asam Oksalat :
Tabel 1.Hasil Standarisasi NaOH
Titrasi
|
Volume asam oksalat
(ml)
|
Titrasi
I
|
13
ml
|
Titrasi
II
|
13
ml
|
Rata-rata
|
13
ml
|
Sumber: Data
Primer Praktikum Kimia Dasar, 2012
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil sebagai berikut, larutan NaOH
yang bersifat basa akan menjadi netral apabila diberi larutan yang bersifat
asam yaitu asam oksalat sebagai titrannya. Saat penambahan indikator PP,
terbentuk larutan berwarna warna merah
muda karena larutan bersifat basa. Setelah titrasi berlangsung warna merah muda
berangsur-angsur hilang dan pada saat itu terjadilah titik ekuivalen. Hal ini
sesuia pernyataan Hawab (2004) bahwa titrasi dilakukan hingga mencapai titik
ekivalen (asam dan basa tepat habis bereaksi) yakni sampai warna larutan
berubah menjadi merah. Pendapat ini diperkuat Sukmariah dan Kamianti
(1990) bahwa selesainya
suatu reaksi dapat dilihat karena terjadi suatu perubahan warna.
Volume Asam Oksalat yang dipakai hingga titik ekuivalen terjadi digunakan
untuk perhitungan normalitas NaOH, sehingga hasil yang didapat setelah
percobaan diatas adalah NaOH 0,13 N dihitung dari rumus N1 x V1 = N2 x V2. Hasil yang
didapaat ini melebihi dari kisaran normal yaitu 0,1 N walau
selisihnya hanya sedikit yaitu 0,03 N. Hal ini terjadi karena ketidak tepatan
titrasi pada saat proses titrasi berlangsung, berupa pengaruh penggoyangan labu
Erlenmeyer setiap tetes asam oksalat standar. Selain itu cepatnya reaksi
titrasi juga mempengrauhi karena kondisi
larutan NaOH, asam oksalat standar amupun PP yang digunakan sudah tidak murni
atau telah bereaksi dengan udara sebelumnya. Menurut Brady (1990) bahwa titik
akhir berdempetan dengan titik ekivalen, tetapi hal ini sangat sukar diperoleh.
4.2.1.
Penetapan
Kadar Asam Cuka
Data
hasil praktikum Penetapan Asam Cuka denga merek perdagangan Suka Sari :
Tabel 2. Hasil Penetapan Kadar Asam Cuka
Titrasi
|
Volume NaOH (ml)
|
Titrasi I
|
10 ml
|
Titrasi II
|
14 ml
|
Rata-rata
|
12 ml
|
Sumber: Data Primer Praktikum Kimia Dasar, 2012
Berdasarkan hasil praktikum
diperoleh hasil sebagai berikut, percobaan ini merubah warna larutan dari
bening menjadi merah muda yang tetap yang disebut dengan
titik ekivalen. Hal ini sesuai pernyataan Rivai (2006) bahwa titik akhir titrasi
biasanya deitetapkan dengan bantuan perubahan warna indikator asam-basa. Volume
NaOH yang dibutuhkan pada saat titrasi di atas selisih 4 ml, disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu pengaruh
penggoyangan labu erlenmeyer setiap tetes NaOH, kondisi PP yang digunakan
terjadi pengendapan dan cepat reaksi titrasi. Irfan (2000) menyatakan bahwa faktor
yang menyebabkan penurunan maupun kenaikan volume titran yaitu cepatnya reaksi
terjadi.
Melalui pengukuran kadar asam cuka
didapatlah hasil sebesar 23,4%, dihitung dari rumus V1 x N x B x P x 100 %. Hasil ini sesuai dengan perhitungan normal dengan
kisaran 20-25%. V2 x 1000
Apabila rata-rata penambahan pada kedua titrasi di
atas tidak sesuai atau tidak ekivalen dengan volume larutan standar, maka kadar
asam cuka menjadi tidak sesuia dengan
kadar standar. Hal ini sesuai pendapaat Brady (1990) bahwa kadar asam cuka
menjadi tidak sesuai dengan kadar standar karena kesalahan penimbangan maupun
kesalahan pengamatan.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa analisa kuantitatif dapat dilakukan
dengan cara mengukur volume larutan asam atau basa yang konsentrasinya telah
diketahui dengan teliti. Pada standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat
standar, titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekivalen (asam-basa tepat
habis bereaksi) yakni sampai warna larutan berubah menjadi merah. Pada
penetapan kadar asam cuka terdapat perubahan warna larutan dari bening menjadi
merah muda yang tetap setelah titrasi. Hasil praktikum pertama yaitu
standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat standar melebihi kisaran normal
disebabkan ketidaktepatan larutan standar dalam buret. Hasil praktikum
penetapan kadar asam cuka masih dalam kisaran perhitungan normal.
DAFTAR
PUSTAKA
Brady,J.1990.Kimia Universitas Asas dan
Struktur.Binarupa Aksara.Jakarta.
Hawab,H.M.2004.Pengantar Bio Kimia Edisi
Revisi.Bayumedia Publishing.Jakarta.
Irfan,A.2000.Ilmu Kimia.Erlangga.Jakarta.
Rivai,H.2006.Analisis Kimia Kuatitatif Edisi
Keenam.Erlangga.Jakarta.
Sukmariah,M dan Kamianti,A.2006.Kimia Kedokteran
Edisi 2.Erlangga.Jakarta.
LAMPIRAN
Perhitungan
Standarisasi NaOH dengan Larutan Asam Oksalat Standar dan Penetapan Kadar Asam Cuka
·
Perhitungan
Normalitas NaOH:
N1 x V1 = N2 x V2
0,1 x 13 = N2 x 10
N2 = 0,13 N
Keterangan: V1 = Rata-rata titrasi NaOH
N1 = Normalitas NaOH
N2 =Normalitas Asam Oksalat
V2 = Volume
Asam Cuka yang dititrasi
·
Perhitungan
Kadar Asam Cuka
Kadar Asam Cuka: P = 25
= V1 x N x B x P x 100 %
V2 x 1000
= 12
x 0,13 x 60 x 25 x 100 %
10 x 1000
= 23,4 %
Keterangan: V1 = Volume NaOH (ml)
V2
= Volume Asam Cuka yang ditritasi 9ml)
N = Normalitas NaOH
B = Bobot Molekul Asam Cuka (60) (CH3COOH)
P = Faktor
pengenceran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar